TPQ Nurul Ummah berdiri di Pondok Pesantren Nurul Ummah merupakan ide dari Romo Kyai Asyhari Marzuki dan Ibu Nyai Barokah Asyhari, pengasuh Pondok Pesantren Nurul Ummah Kotagede yang menginginkan adanya sebuah lembaga yang membina dan mengajarkan kepada anak-anak dalam membaca Al-Qur’an dengan baik dan benar di Pondok Pesantren Nurul Ummah. Akan tetapi ide tersebut baru terealisir oleh pengurus khususnya bidang pengembangan dan pengabdian pada masyarakat pada tanggal 20 Agustus 2001. Proses ini pun mengalami banyak kendala yang harus dihadapi, antara lain belum adanya orang yang dianggap mampu untuk mengurusnya, karena kehendak Romo Kiyai dan Ibu Nyai agar nantinya TPQ ini menggunakan Qiraati. Qiraati dipilih, disamping sudah terbukti bisa menghantar santri untuk bisa membaca Al-Qur’an dengan baik dan benar juga memberikan pilihan kepada masyarakat dengan sebuah pendekatan yang jarang digunakan di Yogyakarta.
Untuk mengatasi kendala tersebut maka bagian LP2M (Lembaga Pengembangan dan Pengabdian pada Masyarakat) yang direkturnya pada waktu itu adalah Bapak Burhanudin, S.Ag. membentuk tim pendiri TPQ dengan SK Direktur LP2M Nomor D-2/ SK/ LP2-PPNU/ V/ 2001 yang disahkan oleh DPH (Dewan Pimpinan Harian) Pondok Pesantren Nurul Ummah yang waktu itu dipegang oleh Bapak Abdul Basith Rustami, S.Ag. Tim ini terdiri 5 (lima) orang, yaitu: Panut Marwanto (ketua), Nur Huda, Agus Mulyono, Haryanto dan Asrokhim (sebagai anggota). Tugas tim ini adalah mempersiapkan segala sesuatu sehingga berdirilah TPQ Nurul Ummah.
Langkah awal yang dilakukan tim ini adalah melakukan survei terhadap Taman Pendidikan Al-Qur’an yang menggunakan Qiraati. Waktu itu yang manjadi sasaran adalah TPQ di Pondok Pesantren An-Nur Ngrukem Bantul yang dijadikan tampat survei. Di TPQ An-Nur ini dipelajari langkah-langkah apa dan hal-hal apa yang harus dipersiapkan.
Dari survei ini diketahui bahwa untuk mandirikan TPQ dengan metode Qiraati maka langkah pertma kali yang harus dilakukan adalah pentashihan. Dan ini merupakan ciri khas dari metode Qiraati, yaitu bahwa untuk mengajarkan membaca Al-Qur’an, seseorang harus ditashih (diuji/tes) terlebih dahulu. Maka tim ini mengirimkan beberapa ustadz ke Pusat Pengembangan di Semarang (Koordinator Pusat Qiraati) untuk ditashih yang terdiri dari 4 (empat) orang, yaitu: Nur Huda, Agus Mulyono, Muntahibun Nafis dan Miftahul Hadi. Pengiriman ini ternyata gagal (tidak ada yang lulus tashih), maka pendirian TPQ-pun tertunda.
Akan tetapi tim pendiri tidak putus asa, maka dibuatlah ancang-ancang kembali. Tim memilih beberapa santri Nurul Ummah untuk ditashih, sehingga terkumpul 9 orang yang kira-kira mampu, dalam waktu 2 minggu kesembilan orang itu di gembleng oleh ustadz Alfan Rosyidi dengan sangat hati-hati dengan metode yang telah didapat dari para ustadz yang telah terlebih dahulu mempelajari Qiraati dan bahkan telah memperoleh legitimasi atau sebuah lisensi yang sah, sehigga dengan sanad yang tidak diragukan lagi maka menjadikan lebih kukuh dalam menancapkan demi berkibarnya Qiraati yang selama ini dicita-citakan. Dalam pentashihan di Semarang, kesembilan ustadz tersebut ternyata mendapat hasil yang memuaskan (lulus tashih).
Pendaftaran pertama dibuka pada tanggal 25 Juli sampai 18 Agustus 2001. Selama pendaftaran tersebut santri yang terdaftar sebanyak 9 santri, sedangkan yang mengajar sebanyak 4 ustadz yaitu: Nur Huda, Zainal Abidin, Panut Marwanto dan Ahmad Mubarok. Dalam tahap awal inilah proses belajar mengajar mengalami banyak kendala, diantaranya adalah ruang belajar yang sering dipindah-pindah, dari masjid lantai dua dipindah ke gedung Madrasah Diniyah Nurul Ummah. Namun berkat usaha keras ustadz Nur Huda dan ustadz Zainal Abidin yang pada waktu itu menjabat sebagai kepala TPQ dan ustadz, kedala tersebut dapat diselesaikan dengan baik. Namun dalam perjalanannya TPQNU sering menghadapi masalah yang berkaitan dengan metode pembelajaran (Qiraati) baik masalah dari Pondok Pesantren maupun dari masyarakat, karena metode Qiraati dalam perkembangannya semakin memperketat aturannya sehinga TPQNU tidak bisa mengikuti perkembangan Qiraati tersebut baik dalam pengkaderannya maupun aturan-aturan baru yang dibuat oleh Korcab Qiraati karena TPQNU berada dibawah naungan Pondok Pesantren Nurul Ummah. Adapun tujuan TPQ Nurul Ummah yaitu untuk mencetak genersi Islami yang mampu membaca Al-Qur’an sesuai dengan kaidah tajwid, mampu memahami dan mengamalkan ajaran-ajaran dalam kalam Ilahi serta mencetak generasi bangsa yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT serta berahlakul karimah.
Dalam perkembangannya TPQ Nurul Ummah lambat laun sangat diminati oleh masyarakat luas sehingga banyak wali santri yang menitipkan putra-putrinya untuk di didik di TPQNU, pada bulan Januari 2009 merupakan pucak pendaftaran santri di TPQNU sehingga dari pihak pengelola menetapkan banyaknya santri yang bersetatus sebagai santri tunggu dengan dalih bahwa jumlah santri pada jilid I sudah melebihi batas (maksimal 15 anak/kelas menurut standar Qiraati) padahal untuk jilid I sudah dipecah menjadi jilid I A, I B dan IC, melihat banyaknya santri yang bersetatus sebagai santri tunggu dan banyaknya keluhan dari wali santri yang ingin menitipkan putra/putrinya akhirnya pada awal bulan April dibukalah kelas baru dengan menggunakan metode selain Qiraati yaitu metode Yanbu’a. Dengan dibukanya kelas ini juga dijadikan sebagai uji coba metode lain yang sesuai dengan keadaan pesantren, hal ini juga sebagai usulan dari berbagai pihak seperti pengurus, dewan syuro dan Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Ummah yang telah mengamati perkembangan TPQNU dan metode Qiraati dinilai kurang pas untuk diterapkan di Pondok Pesantren Nurul Ummah
Melihat usulan dari berbagai pihak yang berkaitan dengan metode pembelajaran di TPQ Nurul Ummah maka dari pihak pengelola pada hari Jum’at 19 Juni 2009 mengadakan pertemuan antara wali santri, ustadz/ah, pengurus PPNU dan dewan syuro PPNU dengan maksud untuk mencari titik temu dari berbagai pihak. Dalam pertemuan tersebut diperoleh satu kesepakatan utuk tidak menggunakan metode qiraati yang dinilai kurang pas untuk diterapkan di Pondok Pesantren Nurul Ummah. Adapun penggantinya yaitu menggunakan metode yanbu’a dari Kudus. Dalam menanggapi keputusan ini maka pengelola TPQ Nurul Ummah memutuskan untuk berganti dari qiraati ke yanbu’a dimulai pada hari Rabu, 24 Juni 2009.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar